FILOSOFI SAMURAI TANPA PEDANG
"Filosofi samurai tanpa pedang berisi pedoman bahwa prajurit terbaik tidak pernah menyerang, prajurit terhebat berhasil tanpa kekerasan,dan penakluk terbesar menang tanpa perang."
Kepemimpinan yang Terbentuk
Menjadi seorang pemimpin yang berhasil bukan sekadar ditentukan oleh sampai sejauh mana prestasi yang bisa diraih,tetapi juga oleh kemanfaatan yang bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Seorang pemimpin yang tangguh lahir dari sejumlah bentukan pengalaman hidup, berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Ia juga muncul bukan hanya karena bakat yang menaunginya, tetapi juga olah rasa kebulatan tekad. Pemimpin hebat bukan lahir dari keturunan yang hebat, tetapi kemampuan untuk terus belajar dan belajar.
Pada saat bersamaan kini kita kerap disuguhi parodi pengaderan kepemimpinan yang dari atas
ke bawah, bahkan lahir sebagai generasi penyusu. Sebenarnya faktor
apakah yang menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang tangguh? Sebagian
besar kalangan mengatakan karena bakat dan keturunan, tetapi Toyotami
Hideyoshi, salah satu pemimpin legendaris dari zaman kekaisaran Jepang
(abad XVI) menjadikan faktor keteguhan diri menjadi salah satu faktor
utama keberhasilannya.
Hideyoshi (1536-1598) layak dicatat sebagai salah satu figur besar pemimpin yang pernah ada
di dunia. Bukan hanya karena kemampuannya menyatukan Jepang dalam salah
satu masa paling krusial, saat puncak kekacauan Jepang -zaman perang
antar klan-,saat di mana kekerasan dijadikan panglima.
Saat di mana
tesis Hobbesis, homo homini lupus terejawantahkan dalam bingkai
kehidupan keseharian yang konkret, manusia kuat yang menjadi pemenang
ketika berperilaku sebagai serigala.Tapi
juga Hideyoshi mewariskan falsafah kepemimpinan yang hingga kini masih
sangat layak dijadikan cermin bagi siapa saja yang berhasil,terutama
dalam aspek manajemen kepemimpinan.
Hideyoshi menjadi luar
biasa karena satu-satunya pemimpin Jepang yang tumbuh sebagai anak
petani miskin dari tradisi aristokrat dan struktur masyarakat feodal
Jepang.Saat di mana bukan hanya estafet kepemimpinan mengikuti garis
darah dan struktur masyarakat yang terfragmentasi berdasarkan kelas
sosial yang sulit menyatu.
Ia terlahir di
Nakamura,Provinsi Owari sebagai anak tunggal yang ditinggal ayah sejak
kecil dan menyaksikan ayah tirinya kerap mempergunakan kekerasan kepada
ibunya dan Hideyoshi sendiri. Dengan model anak tunggal yang terpisah
dari ayah sejak kecil, secara psikologis (mengikuti pendapat psikolog
Alfred Ayer) biasanya anak tunggal yang kesepian ditinggal figur ayah,
suatu ketika akan berhasil dalam hidupnya.
Meski
keberhasilannya lebih ditentukan oleh dorongan psikologis pembuktian
kepada ibunya bahwa tanpa figur ayah dirinya mampu membuktikan diri.
Dengan modal sebuah kantong penuh berisi koin tembaga hasil tabungan
dari kerja keras ibunya, Hideyoshi meninggalkan Nakamura dan berkelana
mencari peruntungan baru.
Keberanian untuk meninggalkan kota kelahiran untuk mengadu nasib telah mengubah jalan hidup Hideyoshi. Keinginan untuk berhasil menjadikannya mampu bukan hanya bertahan
hidup di dunia baru, tetapi mempelajari bagaimana menjadi besar di
tengah anggapan umum bahwa dia tidak mungkin menjadi besar.
Bagaimana
tidak,ia berasal dari keluarga petani miskin dengan perawakan tidak
atletis, berwajah jelek, bertubuh pendek, tidak berpendidikan.Dengan
hanya berat badan 50 kg, tinggi 150 cm dan bungkuk dengan daun
telinganya besar, wajahnya merah dan berkeriput sehingga sepanjang
hidupnya disebut dengan nama panggilan “monyet”.
Lantas apa
yang membuat Hideyoshi mendapat kesuksesan besar? Ia besar karena
memiliki karakter pemimpin yang khas dan sejatinya harus dimiliki semua
orang. Pertama karakter dasar yang utama adalah filosofi samurai tanpa
pedang. Satu hal yang bertolak belakang jika diperbandingkan kewajaran
yang berlaku pada masanya, melulu dengan kekerasan.
Sejatinya
filosofi samurai tanpa pedang bisa dipahami dengan keterbatasan fisik
dan kemampuan olah pedang Hideyoshi yang sangat terbatas. Secara umum
Hideyoshi mengatakan bahwa filosofi samurai tanpa pedang berisi pedoman
bahwa prajurit terbaik tidak pernah menyerang, prajurit terhebat
berhasil tanpa kekerasan, dan penakluk terbesar menang tanpa perang.
Tapi lebih
dari itu, Hideyoshi memaksimalkan kekurangan fisik dan kemampuan tempur
dengan menunjukkan kemampuan strategi dan olah pikirnya. Prinsip samurai
tanpa pedang
memiliki filosofi mengedepankan akal sehat dan berpikir di luar kotak.
Sebagai contoh saat Hideyoshi menjadi salah satu tangan kanan dari Lord
Nobunaga yang pada saat itu dikenal memiliki pasukan tempur yang kuat
tidak memakai kekuatan bersenjata saat penaklukan Klan Asasuka.
Hideyoshi
mengambil risiko datang seorang diri menerobos benteng Asasuka hanya
untuk menjamin bahwa pasukan Asasuka akan selamat jika menyerah (hlm
79). Keberanian tersebut jelas memiliki risiko yang sangat besar dan
berulang dilakukan dalam berbagai kondisi kesulitan dan tantangan.
Kedua, teguh pada prinsip, berkemauan ekstra, dan bekerja keras.
Kekurangan fisik dan kenyataan bahwa bukan terlahir dari kalangan aristokrat
menjadikan usaha Hideyoshi berlipat. Keterbatasan diri yang kemudian
bisa dijadikannya keunggulan bersaing. Sudah menjadi rahasia umum,
rata-rata pemimpin yang sukses lahir karena masa lalu yang kelam.
Untuk
mewujudkannya Hideyoshi mengatakan ia harus selalu berjalan jauh
melebihi langkah orang lain sebelum orang tersebut melangkah. Meski pada
akhir kekuasaannya Hideyoshi dianggap diktator, filosofi samurai tanpa
pedang menjadi salah satu bahan pelajaran penting untuk kita semua.
Saat tipologi
kesuksesan kepemimpinan lebih banyak didominasi prinsip hidup
Barat,Hideyoshi mengisi kekosongan kepemimpinan Timur yang tak kalah
besar. Ia besar karena terbentuk oleh pengalaman yang berliku dan
beragam.
Buku
ini
bukan buku autobiografi biasa dan menjadi sangat penting serta berhasil
karena mengandung pembelajaran filosofi manajemen kepemimpinan yang
kuat.Dengan metode ekstrapolasi, membaca kisah Hideyoshi sama dengan
membaca sejuta kearifan petuah kepemimpinan yang inspiratif.