Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Islam
Pengembalian hakikat dan tujuan pendidikan Islam Menggunakan pendekatan dan
metode filsafat
Pendahuluan
Berbicara tentang filsafat, kita harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat
itu sendiri. Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani:
philoshophia yang banyak diperoleh pengertian-pengertian, baik secara harfiah
atau etimologi. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, gemar, suka dan
kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. filsafat menurut
arti katanya dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau
kebenaran, suka kepada hikmah juga kebijaksanaan.
Didalam filsafat pendidikan, akan kita jumpai berbagai macam hal baru yang
tentunya akan menambah wawasan keilmuan kita. Dan didalam makalah yang singkat
ini akan diterangkan mengenai pengertian filsafat, objek kajian filsafat, serta
fungsi dan tugas filsafat pendidikan itu sendiri.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika
corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si
anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu
usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan
lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai
macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat,
guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik
dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik
Pembahasan
A. Pengertian Filsafat Pendidikan dan Perspektif Islam
A.1. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya adalah
bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat pendidikan perlu
memahami terlebih dahulu tentang pengertian filsafat terutama dengan
hubungannya dengan masalah pendidikan khususnya pendidikan Islam. Kata filsafat
atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata
philoshophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang
berarti cinta, senang, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan
kebijaksanaan. Hasan Shadily mengatakan bahwa filsafat menurut arti katanya
adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada
hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang
mencintai akan kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah
dikemukakan oleh para ahli, Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan
ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai
jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya,
bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat
yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman
kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu,
filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah
falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek
dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan
prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam
upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. Barnadib
mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada
hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan. Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat
pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang
pendidikan.
A.2. Perspektif Islam
Pegertian filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher
yang dalam bahasa Arab disebut failasuf. Sementara itu, A. Hanafi, M.A.
mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah
cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah
suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan
sebagai sasaran utamanya.
B. Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
B.1. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat
pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat
dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang
menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai
sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan
dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin
Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki
arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal)
tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama
Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang
relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan
Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti
masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan
tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan
pemikiran kefilsafatan pada umumnya. Adapun pola dan sistem pemikiran
kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a) Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara
berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang
dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian
dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b) Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya
menyangkut
persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c) Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan
yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi
bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan
umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
d) Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya
pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris
atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung
nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya
adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup
yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
a) Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang
berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia
sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses kejadian kejadian dan perkembangan
hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
b) Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul
kejadian alam semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran
ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta
ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau
banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini
bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam
ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan
sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan.
Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan
(The Nature of Education).
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan
obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat,
filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan
dan teori pendidikan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara
(ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral
pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang
menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan
upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang
berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan
pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
B.2. Analisis Filsafat tentang Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan
kehidupan manusia, bahkan pada hakikatnya keduanya adalah proses yang satu.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun
mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia. Sebagai contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa
masalah kependidikan yang memerlukan anlisa filsafat dalam memahami dan
memecahkannya, antara lain:
1) Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah
tentang apakah hakikat pendidikan?
2) Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?
Problema-problema tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika
pendidikan yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang
mendalam dan sistematis atau analisa filsafat. Dalam memecahkan masalah-masalah
tersebut analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai
dengan permasalahannya. Diantara pendekatan yang digunakan antara lain:
a) Pendekatan secara spekulatif
b) Pendekatan normative
c) Pendekatan analisa konsep
d) Analisa ilmiah
Selanjutnya Harry Scofield[1] menekankan bahwa dalam analisa filsafat terhadap
masalah-masalah pendidikan digunakan dua macam pendekatan yaitu pendekatan
filsafat historis dan pendekatan dengan menggunakan filsafat kritis.
Dengan pendekatan filsafat historis yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari
pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat
jawaban dari para ahli filsafat sepanjang sejarah. Dalam sejarah filsafat telah
berkembang dalam bentuk sistematika, jenis dan aliran-aliran filsafat tertentu.
Adapun cara pendekatan filsafat kritis, dimaksudkan dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula
dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan filosofis. Selanjutnya
Schofield mengemukakan ada dua cara analisa pokok dalam pendekatan filsafat
kritis yaitu analisa bahasa (linguistik) dan analisa konsep. Analisa bahasa
adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat-pendapat
mengenai makna yang dimilikinya. Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa
mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan.
C. Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan
C.1. Fungsi Filsafat Pendidikan
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan penganalisaan secara
mendalam dan terinci tentang problema-problema kependidikan Islam sampai kepada
penyelesaiannya. Pendidikan Islam sebagai ilmu, tidak melandasi tugasnya pada
teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga fakta-fakta empiris atau
praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai bahan analisa. Oleh sebab
itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana didasarkan keterkaitan
hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan mampu berkembang
bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan masyarakat. Antara
pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi (saling mempengaruhi) atau
saling mengembangkan sehingga satu sama lain dapat mendorong perkembangan untuk
memperkokoh posisi dan fungsi serta idealisasi kehidupannya. Ia memerlukan
landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar, menyeluruh dan
sistematis tentang hakikat yang ada dibalik masalah pendidikan yang dihadapi.
Dengan demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu
pendidikan Islam. tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung
nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses
kependidikan.
Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis
(bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran yang
sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup
dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar yang
berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang
dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra) yang meliputi:
a. Induvidualisme
b. Sosialitas
c. Moralitas
Ketiga kemampuan tersebut berkembang dalam pola hubungan tiga arah yang kita
namakan “trilogi hubungan” yaitu:
a) Hubungan dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk
ciptaan-Nya.
b) Hubungan dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
c) Hubungan dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah
yang harus mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang
terdapat diatas, di bawah dan di dalam perut bumi ini.
C.2. Tugas filsafat “menganalisis Hubungan Filsafat dengan Pendidikan Islam”
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan horisontal.
Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping
yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang
berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada
bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema
pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan
pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang
pendidikan dan pengajaran. Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan
vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan
yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan,
perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal antara
disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan
pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis. Maka dari itu, filsafat
pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah cabang
ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan
filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup
dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau
guru pada khususnya. Jhon S. Brubachen [2]mengatakan hubungan antara
filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang
lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut
menghadapi problema-problema filsafat secara bersama-sama.
D. Pemecahan permasalahan
Apakah hakikat dan tujuan pendidikan islam?
Diatas telah disampaikan bahwa permasalahan mendasar tentang pendidikan adalah
apa hakikat tentang pendidikan itu sendiri, kenapa demikian ?
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang
berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan
hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq
untuk beribadah. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah
Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak
dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal
pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Menurut William F (tanpa tahun) Pendidikan harus
dilihat di dalam cakupan pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan
suatu proses yang netral sehingga terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi.
Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya
yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang
hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan
berbudaya (civilized).Dari pengertian tersebut bahwa pendidikan merupakan upaya
yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha
sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada
komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa
pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang
matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya
pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses
pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak
memerlukan lagi suatu proses pendidikan. Selanjutnya diuraikan bahwa dalam
upaya membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta
meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek
fisik–non fisik : emosi–intelektual ; kognitif–afektif psikomotor), sedangkan
pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai
insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan kelebihan – kekurangannya
dll), diperlukan dengan penuh kasih sayang – hangat – kekeluargaan – terbuka –
objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan
apapun juga. Melalui penerapan pendekatan humanistik maka pendidikan ini
benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak untuk menggali dan
mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku dan seginya.
Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima
asas dalam pendidikan yaitu :
1. Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik,
tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan
yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai
anggota masyarakat.
2. Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk
yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main
(Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk
berkembang secara wajar menurut kodratnya.
3. Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun
mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia
terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
4. Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu
dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain,
menciptakan keserasian dengan bangsa lain.
5. Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi
sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
Menurut Tilaar (2000 : 16) ada tiga hal yang perlu di kaji kembali dalam
pendidikan. Pertama, pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagai schooling
belaka. Dengan membatasi pendidikan sebagai schooling maka pendidikan terasing
dari kehidupan yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam
pendidikan. Oleh sebab itu, rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya yang
hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan
lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru akan semakin memegang
peranan penting didalam pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global
yang terbuka. Kedua, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi
akademik peserta didik. Pengembangan seluruh spektrum intelegensi manusia baik
jasmaniah maupun rohaniyahnya perlu diberikan kesempatan didalam program
kurikulum yang luas dan fleksibel, baik didalam pendidikan formal, non formal
dan informal. Ketiga, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar
tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat
tujuan penciptaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindhunata (2000 : 14)
bahwa tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang terpelajar tetapi manusia yang
berbudaya (educated and Civized human being).
Berdasarkan teori belajar humanistic pendidikan adalah Belajar untuk
memenusiakan manusia[3], memahami perilaku belajar dari sudut pandang
perilakunya, bukan pengamatnya. Teori ini bertujuan menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Guru memberi motivasi kesadaran mengenai kesadaran akan pengalaman belajar
dalam kehidupan siswa.guru menfalititasi pengalaman belajar siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran, sedangkan siswa sebagai
pelaku utama yang memaknai poses pengalaman belajar, memahami potensi dirinya,
mengembangkan potensi dirinya secara positif. Namun apa yang terjadi
dilapangan? Masih banyak kekerasan dalam pendidikan terjadi. Baru – baru ini
seorang guru / pendidik melakukan tindak kekerasan dengan member hukuman yang
menurut etika moral melampaui batas. Dengan cara menjewer[4] sebanyak 200
kali karena tidak dapat menghafal bacaan Alqur’an[5]. Perlakuan ini hanya akan
membuat mental serta motivasi belajarnya menurun. Jika pendidikan adalah
memanusiakan manusia maka kita harus merumuskan proses pendidikan sesuai dengan
teori humanistic dengan cara [6]:
· merumuskan adanya tujuan pembelajaran yang
jelas
· parsitipasi aktif dari siswa melalui kontrak
belajar yang jelas,jujur, dan positif.
· siswa bebas mengemukakan pendapat,memilih
pilihannya sendiri,melakukan apa yang diinginkannya dan menanggung rsiko dari
perilaku yang ditunjukan.
· siswa didorong untuk peka,mandiri,berpikir
kritis,belajar atasinisiatif sendiri.
Alasan memilih teori humanistik dan teori konstruktivistik karena dengan
menggunakan teori ini membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap dan siswa dapat secara aktif mengemukakan
pendapat, memilih pilihannya sendiri,melakukan apa yang diinginkannya.
Ada 3 (tiga)
komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan Islam dan pada
gilirannya dapat dibuktikan dalam praktek pendidikan, yaitu:
1. Tujuan Pendidikan Islam harus dirumuskan
dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat manusia. QS.
6: 162.
2. Metode pendidikan Islam yang diciptakan
harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan
Islam.
3. Irama gerak yang harmonis antara metode
dan tujuan pendidikan Islam yang tertuang dalam ide dan nilai yang
berupa content pendidikan
Bab III.
Penutup & Kesimpulan
Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti
kata dan konsep. Dan ada yang berpendapat bahwa Filsafat adalah sekumpulan
problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang
dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. Jika dalam pendidikan ada
permasalahan yang harus dipecahkan, pertama yang harus dilihat adalah apa ide
dasar atau konsep pendidikan tersebut. Selanjutnya apa tujuan pendidikan itu
diadakan? Dan apa manfaatnya bagi masyarakat umum. Sebagai suatu metode,
pengembangan pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan pendidikan Islam.
Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang
disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang
akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis
dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing
prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam
menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an
semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad
Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif
metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan
logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus
pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut.
Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan
teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena
tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan
digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan
digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan
kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan
Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk
menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya
mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan
diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan
hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan.
Daftar Pustaka
- Jalaluddin dan Idi, Abdullah,
filsafat pendidikan, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2002
- Munawwaroh, Djunaidatul dan
Tanenji, Filsafat Pendidikan (perspektif islam dan umum), UIN Jakarta Press, Jakarta:
2003
- Prasetya, Filsafat Pendidikan
Untuk IAIN, STAIN,PTAIS, Penerbit Pustaka Setia, Bandung: 1997
http://vidalembarbelajar.blogspot.com
- Saifullah, Ali, Antara
Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya: 1997.
- Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat
Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta,
1995.
-
http://haydar85.wordpress.com/2008/07/0 … vioristik/
- Abuddin Nata, M.A., Filsafat
Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
- Ali Saifullah H.A., Drs.,
Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
- Materi kuliah Ilmu pendidikan
islam Universitas Islam Indonesia Nanang nuryanta. Drs.M.pd
-
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/200 … endidikan/
- undang-undang Sisdiknas No.20
tahun 2003 Bab I,